MESIN jahit yang ditemukan oleh Elias Howe warga Amerika Serikat, membawa banyak manfaat bagi manusia. Mesin yang diciptakan pada 1844 mampu menghasilkan penutup aurat bagi kaum adam dan hawa yang kuat dan rapi hingga sekarang. Uniknya, mesin ini diciptakan Howe melalui mimpi di siang bolong.
Elias Howe lahir di Spencer, Massachusetts, Amerika Serikat, 9 Juli 1819. Masa kecil Howe banyak dihabiskan untuk membantu ayahnya bertani. Meskipun fisiknya lemah dan sering jatuh sakit, minatnya untuk belajar sangat kuat, terutama pada mesin. Sehingga, ia pun tidak berminat untuk mengembangkan intelektualnya di bangku sekolah.
Howe yang tak tamat sekolah, diterima kerja di pabrik tekstil lokal sebagai magang ahli mesin saat berusia 16 tahun. Kesempatan ini, ia pergunakan untuk mengembangkan minat dan bakatnya tersebut. Untuk memperluas keahliannya dalam mesin, ia pun mencoba peruntungannya untuk bekerja di pabrik mesin kapas di Lowell, Massachusetts. Kemudian, ia pun berpindah lagi ke pabrik arloji yang ada di Boston dan pabrik instrumen ilmiah yang ada di Cambridge. Saat di Cambridge, Howe mendengar istilah mesin jahit dari majikannya Ari Davis, pemilik perusahaan pembuat instrumen ketelitian di Boston.
Ciptakan mesin jahit
Pada 1840, Howe menikah dan memiliki anak. Ia sering sakit sehingga istrinya harus menjahit pakaian untuk membayar kebutuhan hidup. Saat mengamati istrinya menjahit, Howe berpikir tentang alat yang dapat meniru gerakan tangan dan lengan saat menjahit. Alat itu harus menerapkan proses yang memakai benang dari dua sumber berbeda. Saking seriusnya berpikir, sampai terbawa mimpi. Dalam mimpinya itu, perutnya ditusuk oleh seorang kanibal dengan tombak. Bentuk ujung tombak inilah yang dijadikan inspirasi oleh dia untuk menciptakan jarum yang telah lama ia cari.
Howe kemudian mencoba menyalurkan idenya untuk membuat mesin jahit. Selama lima tahun ia bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Namun usahanya ini gagal. Mesin jahit pertamanya tidak sesuai harapan. Sebab, ia membuatnya menirukan gerak tangan manusia yang sedang menjahit, yakni lubang jarum terletak di pangkal jarum. Sayang saat memulai membuat alat, bengkelnya terbakar dan menghanguskan pekerjaan senilai 300 dolar AS. Akan tetapi bencana itu tidak membuatnya frustasi.
Baru pada 1844, Howe membuat mesin jahit kedua. Kali ini ia berhasil menciptakan lubang jarum terletak di ujung jarum seperti mesin jahit yang ada sekarang ini. Sebagian besar litelatur menyebutkan, mesin jahit karya Howe mampu menjahit 250 setik (jengkal) per menitnya. Howe pun kemudian menguji coba mesin jahit karyanya melalui pertandingan adu menjahit dengan lima gadis yang menjahit menggunakan tangan.
Menjual hak paten
Meskipun mesin jahit Howe bekerja lebih cepat dan lebih rapi. Akan tetapi, ketika itu, tidak ada seorang pun warga Amerika yang mau membeli mesin jahitnya. Hal itu dikarenakan mesin jahitnya masih terlihat sangat rumit dan dampaknya menimbulkan banyak pengangguran.
Setelah berhasil mematenkan temuannya pada 1846, ia mempromosikan ciptaannya di negara Inggris. Kemudian, menjual patennya kepada seorang warga Inggris, William Thomas pada 1847 seharga 250 poundsterling.
Dalam tekanan dan kegelisahan, ia terpaksa menerima kontrak kerja tidak adil. Ia bekerja pada William Thomas dengan gaji yang cukup rendah yaitu 5 poundsterling seminggu. Howe pun disuruh memperbaiki mesin jahitnya hingga mampu menjahit korset, kulit, dan sejenisnya. Namun, William Thomas curang. Hingga Howe jatuh sakit dan akhirnya dia menabung untuk kembali ke Amerika Serikat. Tak lama setelah kembali ke Boston, istrinya yang setia wafat.
Penderitaan makin bertambah ketika banyak pengusaha yang mencuri ide mesin jahit miliknya dan menjual dengan bebas. Begitu juga dengan pengusaha Isaac M. Singer. Hingga akhirnya dia berjuang keras atas hak patennya. Howe menuntut Singer dan memenangkan hak patennya pada 1854. Selama lima tahun (1849–1854) dia pergi ke pengadilan untuk merebut hak patennya.
Usahanya berhasil dengan gemilang. Ketika hak patennya berakhir pada 1867, ia mendapatkan royalti dari tiap mesin jahit yang terjual di Amerika Serikat. Dan, ia pun menjadi seorang jutawan yang membuat pabrik mesin jahit bernama Howe Machine Company di Bridgeport, Conecticut. Singer terpaksa mengembalikan 15.000 dolar AS royaltinya. Sejak 1856, Howe menetapkan royalti 5 dolar AS untuk setiap satu mesin jahit yang dibuat di AS dan satu dolar untuk di luar AS mejadikannya seorang jutawan.
Sebelum tutup usia, saat di Amerika terjadi pecah perang saudara, Howe sempat menjadi prajurit dan membentuk pasukan infanteri. Semua peralatan dan pakaian pasukannya dijahit dengan mesin hasil temuannya. Elias Howe pun meninggal di Brookyln, New York, pada 3 Oktober 1867 dalam usia 48 tahun.
Elias Howe lahir di Spencer, Massachusetts, Amerika Serikat, 9 Juli 1819. Masa kecil Howe banyak dihabiskan untuk membantu ayahnya bertani. Meskipun fisiknya lemah dan sering jatuh sakit, minatnya untuk belajar sangat kuat, terutama pada mesin. Sehingga, ia pun tidak berminat untuk mengembangkan intelektualnya di bangku sekolah.
Howe yang tak tamat sekolah, diterima kerja di pabrik tekstil lokal sebagai magang ahli mesin saat berusia 16 tahun. Kesempatan ini, ia pergunakan untuk mengembangkan minat dan bakatnya tersebut. Untuk memperluas keahliannya dalam mesin, ia pun mencoba peruntungannya untuk bekerja di pabrik mesin kapas di Lowell, Massachusetts. Kemudian, ia pun berpindah lagi ke pabrik arloji yang ada di Boston dan pabrik instrumen ilmiah yang ada di Cambridge. Saat di Cambridge, Howe mendengar istilah mesin jahit dari majikannya Ari Davis, pemilik perusahaan pembuat instrumen ketelitian di Boston.
Ciptakan mesin jahit
Pada 1840, Howe menikah dan memiliki anak. Ia sering sakit sehingga istrinya harus menjahit pakaian untuk membayar kebutuhan hidup. Saat mengamati istrinya menjahit, Howe berpikir tentang alat yang dapat meniru gerakan tangan dan lengan saat menjahit. Alat itu harus menerapkan proses yang memakai benang dari dua sumber berbeda. Saking seriusnya berpikir, sampai terbawa mimpi. Dalam mimpinya itu, perutnya ditusuk oleh seorang kanibal dengan tombak. Bentuk ujung tombak inilah yang dijadikan inspirasi oleh dia untuk menciptakan jarum yang telah lama ia cari.
Howe kemudian mencoba menyalurkan idenya untuk membuat mesin jahit. Selama lima tahun ia bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya. Namun usahanya ini gagal. Mesin jahit pertamanya tidak sesuai harapan. Sebab, ia membuatnya menirukan gerak tangan manusia yang sedang menjahit, yakni lubang jarum terletak di pangkal jarum. Sayang saat memulai membuat alat, bengkelnya terbakar dan menghanguskan pekerjaan senilai 300 dolar AS. Akan tetapi bencana itu tidak membuatnya frustasi.
Baru pada 1844, Howe membuat mesin jahit kedua. Kali ini ia berhasil menciptakan lubang jarum terletak di ujung jarum seperti mesin jahit yang ada sekarang ini. Sebagian besar litelatur menyebutkan, mesin jahit karya Howe mampu menjahit 250 setik (jengkal) per menitnya. Howe pun kemudian menguji coba mesin jahit karyanya melalui pertandingan adu menjahit dengan lima gadis yang menjahit menggunakan tangan.
Menjual hak paten
Meskipun mesin jahit Howe bekerja lebih cepat dan lebih rapi. Akan tetapi, ketika itu, tidak ada seorang pun warga Amerika yang mau membeli mesin jahitnya. Hal itu dikarenakan mesin jahitnya masih terlihat sangat rumit dan dampaknya menimbulkan banyak pengangguran.
Setelah berhasil mematenkan temuannya pada 1846, ia mempromosikan ciptaannya di negara Inggris. Kemudian, menjual patennya kepada seorang warga Inggris, William Thomas pada 1847 seharga 250 poundsterling.
Dalam tekanan dan kegelisahan, ia terpaksa menerima kontrak kerja tidak adil. Ia bekerja pada William Thomas dengan gaji yang cukup rendah yaitu 5 poundsterling seminggu. Howe pun disuruh memperbaiki mesin jahitnya hingga mampu menjahit korset, kulit, dan sejenisnya. Namun, William Thomas curang. Hingga Howe jatuh sakit dan akhirnya dia menabung untuk kembali ke Amerika Serikat. Tak lama setelah kembali ke Boston, istrinya yang setia wafat.
Penderitaan makin bertambah ketika banyak pengusaha yang mencuri ide mesin jahit miliknya dan menjual dengan bebas. Begitu juga dengan pengusaha Isaac M. Singer. Hingga akhirnya dia berjuang keras atas hak patennya. Howe menuntut Singer dan memenangkan hak patennya pada 1854. Selama lima tahun (1849–1854) dia pergi ke pengadilan untuk merebut hak patennya.
Usahanya berhasil dengan gemilang. Ketika hak patennya berakhir pada 1867, ia mendapatkan royalti dari tiap mesin jahit yang terjual di Amerika Serikat. Dan, ia pun menjadi seorang jutawan yang membuat pabrik mesin jahit bernama Howe Machine Company di Bridgeport, Conecticut. Singer terpaksa mengembalikan 15.000 dolar AS royaltinya. Sejak 1856, Howe menetapkan royalti 5 dolar AS untuk setiap satu mesin jahit yang dibuat di AS dan satu dolar untuk di luar AS mejadikannya seorang jutawan.
Sebelum tutup usia, saat di Amerika terjadi pecah perang saudara, Howe sempat menjadi prajurit dan membentuk pasukan infanteri. Semua peralatan dan pakaian pasukannya dijahit dengan mesin hasil temuannya. Elias Howe pun meninggal di Brookyln, New York, pada 3 Oktober 1867 dalam usia 48 tahun.
0 comments :
Posting Komentar